Template by:
Free Blog Templates

Minggu, 30 Januari 2011

Topi Perang Simbah

Di ruang kerjanya,ranjang,dia kembali sok sibuk.
Alasannya dikejar-kejar waktu,alasan ini itu,
padahal waktu sudah bosan dulu menghitung tingkahnya.

Kerjanya tidur, membuat liur
tampak jelas di bantalnya.
Mengenakan topi perang peninggalan simbah
yang sudah bolong di tengah.

Suatu hari ada pengemis yang meminta sedekah,
Ia berkata, “Nanti saja kalau aku sudah kaya,
pergi sana! Uang tetangga belum habis kuutangi,
kau sudah minta-minta,”
Pengemis tak mau kalah, “Topinya bagus mas, habis nyolong dimana?”
Habis berkata begitu si pengemis pun berlalu

Ia terdiam. Teringat wajah pengemis itu jadi teringat wajah simbahnya.
Lalu ia tidur dengan gelisah.
Ia teringat ketika simbah
ditemukan bersimbah darah dengan topi perangnya

24-01-11

[+/-] Cekidot...

Huruf-huruf Hujan

Hujan seperti bus antarpropinsi.
Mondar-mandir, pulang pergi.
Seperti aku yang masih gelisah menunggu
disini. Ditemani sepi yang kadang mengganggu

Hujan kian membelenggu suara.
Membuatku kini hanya bisa bicara a,i,u,e,o
seperti saatku baru bisa bicara

Dengan mereka kutitip salam untukmu:
Huruf a paling bisa bersuara, sampai telingapun
bisa rontok karenanya
Huruf i cuek saja, tak peduli, teman baik sepi
Huruf u yang setia menunggumu, yang sering
mengirim pesan rindu
Huruf e kabur entah kemana, setelah berhasil mencekik leherku
Huruf o adalah bulatan mataku, yang tercebur di kolam mimpimu

Hujan pergi meninggalkan sunyi di malam ini.
Menyisakan kata-kata yang tak semuanya
terangkum dalam sebuah puisi.
                              
24-01-11

[+/-] Cekidot...

Selamat Malam

Malam tenggelam di dalam kelam matamu
Sudah saatnya buka lembaran baru
Yang berlalu biarkanlah saja berlalu
Lenyapkan aku dalam perihmu

Andai ku dapat temukan sebuah kata
Supaya tidurmu makin sederhana
Malam ini ku nyanyikan sebuah lagu
Malam ini aku lelap di tidurmu

Tidurlah, tidur, kawanku sayang
Bawalah ku dalam hangat mimpimu
Hanya sekedar untuk mengatakan
Selamat malam kepadamu

Janganlah pergi sebelum kita bertemu
Sebelum kusempat menghapus dukamu
Jika sakitmu semua karenaku
Ceburkan aku dalam kolam tangismu

 22-01-11

[+/-] Cekidot...

Minggu, 23 Januari 2011

Gubuk Kecil di Tengah Ladang

Gubuk kecil di tengah ladang
tempat kau mencopot keringat
melepas lelah dan penat
menghimpun tenaga jelang pulang

Kemilau padi yang keemasan
kemilau waktu yang menyilaukan
Yang berasal dari keringatmu
Yang berasal dari kilau matamu

Gubuk kecil di tengah ladang
tempat harapan ditanamkan
dalam petak berisikan
jerih payahmu membanting tulang

Hidup ini kau isi
dengan memberi makan kami
Walau kau tak pernah
mengenyangkan perut sendiri

Gubuk kecil di tengah ladang
Tempat kau duduk dan menunggu
bulir-bulir keringatmu
tumbuh menjadi tabungan uang

Kemilau padi yang keemasan
Kemilau waktu yang menyilaukan
Semakin menyilaukan matamu
Semakin meredupkan hidupmu

11-01-11

[+/-] Cekidot...

Mimpi

Mimpi itu seru dan mengasyikan.
Seperti mengarungi lautan perasaan sendiri.
Jika mimpi berubah seram dan menakutkan,
maka cukup bangun dan bilang cuma mimpi.

Entah kenapa banyak orang lebih suka begadang
daripada mengarungi mimpi yang kadang
penuh misteri.
Paling senang kalau malam-malam begini
istirahat, melepas penat, mencopot keringat,
setelah seharian bertingkah kayak orang sekarat.

Walau mungkin bisa dibilang kurang kerjaan,
tapi aku ingin mengerjakannya.
Membuat kolase mimpiku tadi malam
Menempelkannya di sudut kenangan
Mengawetkannya di sengkarut ingatan.

Ingin kucari dan kutemukan sebuah kata
yang lebih sederhana dari sekadar ungkapan.
Supaya tidurmu makin sederhana
jauh dari remang redup kehidupan.

Di akhir ceritaku, aku hanya bisa mengatakan,
“Mimpi indah, izinkan aku mampir ke mimpimu.
Tak peduli walau hanya satu kedipan matamu
Supaya aku dapat luluh, lebur, menggelegak
dalam hamparan ombak mimpimu.”

(7 Jan ’11)

[+/-] Cekidot...

Yang Terlupakan dari Jalanan

Bangun pagi, berbekal kecrekan dan gitar kecil
yang kau buat sendiri dengan tanganmu yang mungil,
kau datang menjemput uang
yang tercecer di persimpangan jalan

Sorot lampu merah-kuning-hijau sudah seperti sorot matamu.
Saat kami tengah sumpek kegerahan melawan kemacetan,
kau berloncatan kegirangan berharap
ada yang mau membeli suaramu.

Jalanan adalah rumahmu.
Bagimu,hujan,panas,dingin,gerah,
adalah saudara.
Walau maut selalu mengintai langkah kecilmu.

Saat kami tengah merengek ingin membeli ini itu,
Kau rajut sendiri harapanmu tanpa ada yang mau membantu.
Saat kami tengah putus asa menangisi hidup ini,
Kau dengan riang gembira berlari, bernyanyi
tak peduli beban hidup yang senantiasa menghantui.

Kau mengajarkan kepada kami
bagaimana cara hidup dalam kehidupan
dan tidak takut dengan ketakutan

Tapi kami selalu menganggapmu sebagai debu jalanan.
Keberadaanmu jarang kami hiraukan
namun justru sering kami lupakan.

(5 Jan ’11)

[+/-] Cekidot...

Untuk: Kau

Hujan bukannya surut, malah makin besar saja
Halilintar makin ganas dan siap menyambar siapa saja
Udara yang tadinya ramah makin membuat gerah
Tapi aku tetap melangkah, tak mau mengalah
Karna ini adalah jalan. Jalan yang kutempuh
untuk menggapaimu.
Kau sudah terlalu lama menunggu.
Menungguku
Hatimu masih sepi saat pertama kali ku datang menemuimu
Senyummu sudah cukup menghangatkan tubuhku
yang habis dibasahkuyupkan hujan digilas waktu

Lihat, kita sudah sangat dekat
Namun kau dan aku sangat jauh terlewat
Sudah saatnya kata kau dan aku dihapuskan
Hingga hanya ada kita

Kita akan bersama
Sampai waktu bosan
menghitung hari, tanggal, dan bulan
Sampai kapanpun akan selalu bersama
Sampai kata tak mampu lagi bicara
Sampai airmata tinggal setetes saja
(25 Des ’10)

[+/-] Cekidot...

Jauh dan Dekat

Sudah dekat. Mengapa?
Mengapa begitu cepat?
Harum semerbak Januari masih terasa lekat
Tanggalan belum sempat
ditanggalkan dan diralat.

Sudah dekat. Mengapa?
Mengapa begitu cepat?
Mengapa saat-saat yang indah tanpa cacat
begitu cepat terlewat?
Mengapa saat-saat yang berkarat
masih terus teringat?

Lalu adakah sekat
antara jauh dan dekat?
Kau sangat jauh, tapi sangat dekat
Aku ingin tanya padamu, kalau sempat

Saat yang sudah dekat itu datang
Kemanakah kita pulang
dan kapan lagi kita mendengar
lolongan si binatang jalang?

(25 Des ’10)

[+/-] Cekidot...

Malam Tanpa Bulan

Waktu sudah pulang dari siang
Matahari pergi, senja makin meninggikan tirai malam
Suara jangkrik bersahut-sahutan
Suara kalong menyinggung keheningan

Saatnya ia berkemas, mengemasi
sebatang pensil dan pena, selembar kertas,
seikat gagasan, selaksa harapan,
tidak lupa sehampar panorama alam.
Lalu ia bergegas ke sebuah keheningan malam
Menepati janji dengan sang bulan.

“Malam ini langit cerah tak berawan.
Kau bisa berduaan dengan bulan.” kata
ramalan cuaca tadi pagi.
Tapi ramalan tak bisa dipercaya
dan mungkin ia tak bisa lagi percaya
Karna malam ini bulan yang ia tunggu tak kunjung datang
Bulan yang katanya sedang purnama dan terang benderang

Langit kian kelam, tapi tak sekelam hatinya
Sementara gerimis mengikis harapannya.

Maka saat itu ia ingin pulang
lewat jalan gelap sunyi berliku
hingga tak seorangpun mendengar jerit tangisnya.

(25 Desember 2010)

[+/-] Cekidot...

PETA DUNIA

 

Sasuke's Mangekyō Sharingan