For: My Bestest Friend
Satu hari. Saatnya mengganti yang lama dengan yang baru.
Kulupakan sejenak kenangan masa-masa sd walau nanti pasti teringat lagi.
Saatnya mengenakan seragam baru, putih biru.
Kuharap langit masih biru saat pertama kali menjejakkan kaki di kelas baru.
Kuharap seekor kupu-kupu melintas di depanku, hinggap di jemariku
Untuk sekedar mengingat manis senyummu.
Kemanakah kau pergi saat aku sedang bingung akan kemanakah aku?
Satu bulan, seperti sudah berbulan-bulan aku di sini.
Awal yang biasa-biasa saja, tak ada kesan di hati
Hari-hari kulewati hampir tanpa senyuman sekalipun dengan muka sendiri.
Namun paling tidak aku masih bisa mengingat wajahmu.
Sehingga aku dapat meminjam senyummu, lalu kukenakan ke mukaku.
Tentu saja, itu senyum palsu.
Semoga kau tidak marah atas segala tingkah lakuku.
Ah, sudah lama benar aku kehilangan senyumku.
Satu tahun. Ini tahun kedua aku disini.
Kugeledah ruang-ruang dalam tasku yang penuh berisi kenangan kelas tujuh.
Lalu kurangkum semua, kuawetkan semua dalam kristal mataku.
Namun, tak semua menjadi kenangan indah yang tak terlupakan dalam ingatan
Lagi-lagi aku tak melihatmu. Dimanakah kau
cintaku? Mungkinkah ini seperti sajak penyairku,
Chairil Anwar, “Cintaku Jauh di Pulau”?
Ya, mungkin saja. Bedanya, hanya waktu dan diriku yang membuatku
jauh dari engkau.
Tiga tahun. Telah tiga tahun aku di bawah kibaran putih biru.
Akhirnya kutemukan kembali senyumku bersemayam dalam hangat senyummu.
Namun, mengapa bangku sekolah begitu benci melihat kita bertemu?
Mengapa waktu begitu cepat berlalu sebelum aku sempat menatap matamu?
Tiga tahun. Telah tiga tahun aku di bawah kibaran putih biru.
Kuharap langit masih biru saat aku harus berpisah denganmu....
(19-4-2011)
Kamis, 21 April 2011
Tiga Tahun di Bawah Kibaran Putih Biru
Gitar Kecilku
Kutemukan diriku dalam senar-senarmu, gitar kecilku
Dalam bait-bait lagu dalam petikanmu.
Aku berusaha belajar untuk mengerti
Namun sampai kini jemariku masih gagap memainkanmu
Sudah begitu lama, dan entah berapa lama lagi
Rindu ini terus terjaga, rindu akan suara merdumu
Kutabung semua mimpiku dalam kotak resonansimu, gitar kecilku
Gubahlah menjadi sebuah lagu
Supaya kita dapat bernyanyi bersama saat hati sedang pilu
Kuikat rambutku pada senar-senarmu yang putus, kalau perlu,
Kukristalkan airmataku.
Supaya rindu dapat menyublim dari hatiku.
Gitar kecilku, simpanlah baik-baik puisiku
Simpan, simpanlah dan kenang aku
Kalau sampai waktuku aku tak jua bisa memainkanmu
(17-4-11)
Kamis, 14 April 2011
AKU TAK INGIN BANGUN BESOK PAGI
Engkau datang malam ini
Sebelum aku siap merapikan kata-kata
untuk menyambutmu di sini
Kau bawakan aku kebahagiaan, kau berikan senyummu padaku
Hingga ku sejenak melupakan sejuta ketidakpastian di benakku
Serta sebuah pertanyaan,
Apakah suatu saat kita bisa bersatu?
Engkau datang malam ini
Menghiasi hidupku yang sunyi
Menghapus air mata yang tercecer di pelataran mimpi
Memecah belah rindu yang sebelumnya tak terbagi
Sehingga seakan waktu tak ada lagi di sini
Bintang-bintang jatuh bertaburan menaburkan harapan
Bulan sabit mungil membawa ketenangan
Angin lalu berbisik padaku,
“Suatu saat kau akan tahu apa kataku.”
Lalu aku berkali-kali mengucapkan kata yang tak pernah terucap kepadamu.
Hanya puisi sederhana ini
Yang menjadi saksi pertemuan malam ini
Semestinya aku tahu semua ini hanya mimpi
Dan kau sesungguhnya tak benar-benar berada di sini
Kau pun pasti akan segera pergi
Dan kembali meninggalkanku sendiri
Aku tak ingin bangun besok pagi.
Aku ingin selalu bersamamu di sini.
Tak peduli kemana waktu mengajak kita pergi.
Hingga kenyataan terhapus oleh imajinasi
Kutulis semua perasaanku dalam butir-butir kalimat sederhana ini
Berharap kau ikut bersamaku terbang jauh mengarungi angkasa mimpi
Memetik bintang yang sempat melintas dan jatuh di pelupuk matamu
Lalu kugantungkan di hatiku yang gelap dan berdebu.
Engkaulah mimpiku
Yang datang dalam tidurku malam ini
Membuat aku,
Mengulangi kata-kata yang tak pernah terucap kepadamu
Hingga suatu saat, kau akan tahu apa kataku.
Ah, aku tak ingin bangun besok pagi!
(10-04-11)
Minggu, 03 April 2011
Surat Cinta Seorang Ahli Fisika
Artikel Ini Diambil Dari: Surat Cinta Seorang Ahli Fisika | Dunia Unik http://www.dunia-unik.com/2011/03/surat-cinta-seorang-ahli-fisika.html#ixzz1IQuZtYkK
http://hermawayne.blogspot.com
Semenjak bertemu denganmu, energi statik benih cintamu telah mengejutkan gaya pegas jantungku, sehingga jantungku berdetak tak beraturan bagaikan gelombang bunyi gendang yang tak beraturan saat aku berada beberapa meter darimu. Refleksi cahaya cintamu telah membunuh urat mataku sehinga membiaskan bayangan wajahmu yang selalu di otakku.
Pancaran Radiasi Pesonamu membuat otakku tidak bisa berpikir rasional, sehingga elektromagnet dalam hatiku terpengaruh gelombang magnet cintamu. Sejak Saat itu, atom-atom penyusun cinta ini kian mengumpul karena gaya listrik statik dan energi Potensial di hatiku.
Saat jauh darimu, partikel-partikel cintaku tidak bisa diam sehinga melakukan tumbukan-tumbukan lenting sempurna dan menghasilkan energi rindu dengan rumus E = MC2, yang mana M adalah Masa waktu dimana semakin lama semakin jauh darimu maka energi rinduku semakin bertambah besar. Sedangkan C adalah Cintaku padamu yang berbanding lurus dengan Energi rinduku.
Usaha untuk memberikan gaya lorenzt-ku padamu telah kuberikan dengan FL = i B Sin ØØ. Mudah-mudahan dengan penurunan rumus cintaku padamu dapat memahami pemuaian cintaku padamu dan peningkatan massa jenis cintaku agar tekanan cinta dalam hatiku bisa setimbang setelah bereaksi dengan cahaya cintamu. Dimana bila FL adalah gaya cintaku padamu akan berbanding lurus dengan i (arus listrik cintaku) dan B adalah besarnya medan magnet dalam hatiku dan arah sudut refleksi cinta dengan Sin.
I intensitas
L listrik
O optik
V kecepatan
E energi
U usaha
sumber